Senin, 22 Desember 2008

Untuk mu Ibu

Kutitip surat ini untukmu


Assalamu'alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta'ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya.

Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Amin…


Wahai anakku,
Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara…

Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri.

Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…

Wahai anakku !
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak !

Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.


Wahai anakku…

25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku.

Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut.

Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah
awal mula dari perubahan fisik dan emosi…

Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan.

Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan.

Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.


Aku mengandungmu, wahai anakku !

Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku.

Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.

Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis.

Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku,
hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir…
Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan.

Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit.

Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air ke kerongkonganku.

Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku.

Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.

Harapanku pada setiap harinya, agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku !

Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo'akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.


Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi
dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis
yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu.

Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.
Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa
rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.


Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat.

Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam.

Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran.

Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku
dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu.

Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu.

Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang
menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur
berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan
dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri
dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.


Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

Dan Ibu memohon kepadamu, Nak!

Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu !


Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat
persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun
hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak
pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil
engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit…

Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.


Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu…

Mana balas budimu, nak !?

Mana balasan baikmu !

Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa ?!

Akan tetapi kenapa nak !

Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta'ala
telah berfirman, "Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan
pula?!" (QS. Ar Rahman: 60) Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah
begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku.

Engkaulah laba dari semua usahaku!

Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu? !

Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?


Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantumu .

Semua mereka telah mendapatkan upahnya!?

Mana upah yang layak untukku wahai anakku!


Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu?

Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini?

Sedangkan Allah ta'ala mencintai orang yang berbuat baik.
Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.

Wahai anakku!

Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki
supel, dermawan, dan berbudi.

Anakku… Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!?

Bukan karena apa-apa?!

Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya…

hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati
durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah
berhasil pula memutuskan tali silaturrahim? !


Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah
jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis,
pemaafan dan balas budi yang baik.

Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta'ala, sebagaimana dalam hadits: "Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!" (HR. Ahmad)

Anakku.

Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu.

Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.

Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu!

Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau bersabda:

"Shalat pada waktunya", aku berkata: "Kemudian apa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Berbakti kepada kedua orang tua", dan aku berkata: "Kemudian, wahai Rasulullah!"

Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah", lalu beliau diam.

Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun 'alaih)


Wahai anakku!!

Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?!

Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya.

Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.


Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta'ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
"Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang",
dikatakan, "Siapa dia,wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, "Orang
yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga". (HR. Muslim)

Anakku…

Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada dokter yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak!

Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya
ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku.

Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do'a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.

Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza' min jinsil amal… "Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…"

Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.


Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.

Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu!

Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.




“Untuk semua wanita,
yang selalu memiliki cinta kasih,
yang tak akan pernah habis untuk dibagi,
SELAMAT HARI IBU….”

Selasa, 16 Desember 2008

Kerinduan

Kerinduan
Aku bukanlah siapa-siapa
Tak ada raja yang mengenalku
Tak pula rakyat jelata menghormatiku

Aku hanyalah makhluq hina
Terasing dan terbuang

Tak seorang mencintaiku
Semua manusia tak ‘ku hiraukan

Tak ada yang menghendaki diriku
Tak pula yang merinduku

Dalam kesendirian dan keterasingan ‘ku tersadar
Ada yang tengah memperhatikan
bahkan merindukanku

Dia selalu menghendaki kehadiranku
bahkan ketika aku mengabaikan keberadaannya

Dia terlalu mulya untuk ‘ku harapkan
Namun sekarang aku percaya

Dia memang merindukanku
Hanya dia yang menghendaki hadirku
Hanya dia yang s’lalu sabar
atas segala jahilku

Dalam setiap alpaku
Hanya dia yang selalu merindukanku


Sahabat, sadarkah kita, dalam setiap kedurhakaan kita selalu tersimpan kerinduan Allah? Mungkin kita bertanya, apakah Allah tidak menghendaki kedekatan kita sehingga membiarkan kita jatuh dalam kenistaan. Namun ternyata itu salah. Allah selalu mengundang hamba-hamba- Nya yang terperosok dalam kehinaan dosa. Betapa besar kasih-sayang Allah. Bahkan Dia masih menghendaki kehadiran kita dalam istana kemulyaan-Nya setelah semua kedurhakaan yang kita perbuat.

Selasa, 02 Desember 2008

Pesankan saya tempat di neraka !!!

diambil dari www.icmi.or.id

Sebuah kisah dimusim panas yang menyengat.
Seorang kolumnis majalah Al Manar
mengisahkannya...
Musim panas merupakan ujian yang cukup berat.
Terutama bagi muslimah, untuk tetap
mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan
panas tak lantas menjadikannya menggadaikan
akhlak. Berbeda dengan musim dingin, dengan
menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa
dijaga. Jilbab bisa sebagai multi fungsi.Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang,
Cairo-Alexandria; di sebuah mikrobus. Ada
seorang perempuan muda berpakaian kurang layak
untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat.
Karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung
kursi dekat pintu keluar.

Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu
mengundang 'perhatian' kalau bisa dibahasakan
sebagai keprihatinan sosial. Seorang bapak
setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya
mengingatkan. Bahwa pakaian seperti itu bisa
mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi
dirinya. Disamping pakaian seperti itu juga
melanggar aturan agama dan norma kesopanan.

Tahukah Anda apa respon perempuan muda tersebut?
Dengan ketersinggungan yang sangat ia
mengekspresikan kemarahannya. Karena merasa
privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya
adalah hak prerogatif seseorang.

"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong
pesankan saya, tempat di neraka Tuhan Anda!!
Sebuah respon yang sangat frontal.
Dan sang bapak pun hanya beristighfar. Ia terus
menggumamkan kalimat-kalimat Allah.

Detik-detik berikutnya suasanapun hening.
Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap
dalam mimpinya. Tak terkecuali perempuan muda
itu. Hingga sampailah perjalanan dipenghujung
tujuan. Di terminal akhir mikrobus Alexandria.

Kini semua penumpang bersiap-siap untuk
turun. Tapi mereka terhalangi oleh perempuan
muda tersebut yang masih terlihat tertidur. Ia
berada didekat pintu keluar. "Bangunkan saja!"
begitu kira-kira permintaan para penumpang.

Tahukah apa yang terjadi. Perempuan muda
tersebut benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui
ajalnya. Dan seisi mikrobus tersebut terus
beristighfar, menggumamkan kalimat Allah
sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk
disampingnya.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan
menantang Tuhan. Seandainya tiap orang
mengetahui akhir hidupnya....
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa
berakhir setiap saat...
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan
Tuhannya dalam keadaan yang buruk...

Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan
Allah...
Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih
terus dibimbing-Nya.
Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang
dekat denganNYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera
sadar...
mumpung kesempatan itu masih ada.

Indonesiaku !!!

Pernah dapet email ini ??
Sebuah dokumen berklasifikasi sangat rahasia (TOP
SECRET) bocor ke tangan wartawan. Dokumen ini adalah
laporan CIA kepada Pentagon yang sebenarnya akan
diteruskan ke Gedung Putih.

Menurut dokumen tsb, setelah Irak , Indonesia akan
jadi sasaran berikutnya. Tapi intel2 CIA yang lebih
dahulu diterjunkan ke Indonesia , menyimpulkan bahwa
jika diteruskan maka perang tersebut akan menjadi
sangat mahal biayanya dan dipastikan AS akan menderita
banyak kerugian.

Inilah isi dokumen yang telah diterjemahkan unofficial
ke dalam Bahasa Indonesia :

Kepada Yth.
Kepala Staf Gabungan
Jenderal Richard Myers
Tembusan: Direktur CIA

Rencana penyerangan ke Indonesia sebaiknya
dipertimbangkan lagi mengingat mahalnya biaya yang
akan timbul dari peperangan tersebut.
Berikut data-datanya:

Begitu memasuki perairan, Armada Ketujuh kita akan
dihadang pihak Bea Cukai karena membawa masuk senjata
api dan peralatan tanpa surat izin dari pemerintah RI.
Ini berarti kita harus menyediakan "uang damai".
Coba hitung berapa besarnya jika peralatan yang dibawa
sedemikian banyak.

Kemudian bila kita mendirikan base camp militer , bisa
ditebak di sekitar base camp pasti akan banyak
dikelilingi tukang bakso, tukang es kelapa, lapak VCD
bajakan, sampai obral celana dalam Rp 10.000 dapat 3.
Belum terhitung jika pedagang komedi puter juga ikut
mangkal di sekitar base camp.

Kemudian kendaraan tempur serta tank-tank lapis baja
yang diparkir dekat base camp akan dikenakan retribusi
parkir oleh petugas dari dinas perparkiran daerah
maupun preman-preman sekitar. Jika dua jam pertama
dikenakan Rp 10.000 (tarif untuk orang bule), berapa
yang harus dibayar oleh pemerintah AS jika kendaraan
harus parkir sebulan atau setahun lebih seperti di
Irak sekarang ini.

Belum lagi pengusaha parkir swasta yang bisa melobi
Gubernur Fauzi Bowo untuk menaikkan tarif parkir. Lobi
itu sangat mulus karena salah satu komisaris di sebuah
perusahaan parkir terbesar di Jakarta itu adalah
mantan pejabat tinggi.


Belum lagi di sepanjang jalan menuju lokasi base camp
kita harus menghadapi para "Pak Ogah" yang berlagak
mengatur jalan sambil memungut biaya dari kendaraan
yang memutar. Bisa dibayangkan berapa recehan yang
harus disiapkan jika harus melakukan operasi tempur
menuju pusat-pusat musuh seperti Cilangkap. Dari
Tanjung Priok (pelabuhan tempat Kapal induk merapat
dan lokasi pasukan mendarat) ke Cilangkap saja ada
berapa pertigaan, perempatan dan putaran.

Suatu kerepotan besar jika rombongan pasukan harus
berkonvoi. Karena konvoi yang berjalan lambat pasti
akan dihampiri para pengamen, dan anak-anak jalanan.
Ini berarti harus mengeluarkan recehan lagi.
Belum lagi jika di jalan bertemu polisi bokek, udah
pasti kena semprit karena konvoi tanpa izin terlebih
dahulu. Bayangkan berapa uang damai yang harus
dikeluarkan untuk polantas-polantas itu.

Itu baru polantas Pak Myers. Belum petugas DLLAJ. Anda
harus melihat sendiri bagaimana mereka beraksi.
Kendaraan2 dan tank2 itu kan belum di kir. Itu
pertanda buruk. Setiap kali kir, berapa uang yang
harus kita keluarkan untuk membayar yang resmi dan
tidak resmi. Belum lagi kalau mau menyerbu KODAM di
daerah lain. Kita harus melewati jembatan Timbang
milik DLLAJ. Siapkan saja uang pelicin yang lebih
banyak.

Di base camp militer , tentara AS sudah pasti tidak
bisa tidur nyenyak, karena banyak nyamuk akibat sangat
tidak higienisnya lingkungan sekitar. Ini bisa dibasmi
dengan penyemprotan dari dinas kesehatan. Lagi-lagi
harus menyiapkan amplop untuk mereka.

Tentara AS juga nggak bisa jauh2 dari peralatan
perangnya, karena disekitar base camp sudah mengintai
pedagang besi loakan yang siap mempreteli peralatan
perang canggih yang kita bawa. Kurang waspada sedikit
saja, tank Abrams kebanggaan kita bakal siap dikiloin.

Belum lagi para pencuri kendaraan bermotor yang sudah
siap beraksi dengan kunci T-nya bakal merebut jip-jip
perang kita yang kalau didempul dan cat ulang bisa
dijual ke pasar gelap atau pasar spare part hasil
curian ranmor di Cinangka.

Peralatan telekomunikasi kita, yang menjadi alat vital
dalam pertempuran, juga harus dijaga ketat, karena
bandit-bandit kapak merah sudah mengincar peralatan
itu.

Di samping itu juga ada aturan wajib lapor kalau bawa
tamu jika lebih dari 1 x 24 jam, dan harus izin RT
setempat. Belum lagi lapor ke RW dan Kelurahan. Berapa
banyak meja yang harus dilalui dengan amplopan.

Membayangkan ini semua, kami mewakili intel CIA di
lapangan sepakat untuk meninjau ulang rencana
penyerangan ke Indonesia .
he3x....

Ampun deeh Indonesia ... Indonesia ...

Berapa Malaikat yang sudah Ku Temui Hari Ini?

Ya berapa malaikat yang sudah ku temui hari ini?
Atau hari kemarin?
Di dalam perjalananKu menuju tempat kerja?
Atau dalam perjalananku menuju ke rumah kembali?
Berapa?
Bahkan itu di rumahku sendiri.
Berapa malaikat yang ku temui?
Tidak ada?
Tidak mungkin! Siapa bilang?
coba saya ingat-ingat lagi...

Mungkin dia yang membuatku marah-marah karena
membuatku terbangun di tengah malam buta. Membuatku
terjaga dengan tangisan. Dan kau hanya berkata dengan
bersungut-sungut, "Anak siapa sih? Rese amat
malem-malem nangis. Berisik!"
Padahal mungkin ia membangunkanku untuk sesuatu hal
bermanfaat yang bisa ku lakukan di tengah malam itu.
Mungkin dia yang membuatku sewot,

ketika aku bertabrakan badan di jalan sehingga membuatku
terjatuh. Dan aku menjadi sedikit sakit dan malu. Dan
aku membentaknya dengan ucapan,
"Pake mata dong kalo jalan!"
Padahal mungkin ia mengajakku untuk berlatih bersabar
dan malahan justru jika ia tidak menabrakku aku akan
sedetik lebih cepat dan mungkin ceritanya akan
berbeda. Tertabrak mobil barangkali.
Mungkin dia yang membuatku berpikir buruk, sebab
setiap hari ia selalu menengadahkan tangan padamu
dengan pakaian compang-camping dan baju dekilnya.
Sehingga membuat ini terbersit di pikiranku, "Males
amat sih ini orang. Badan masih seger gitu loh?"
Padahal mungkin ia mengajakku untuk berpikir positif
dan lebih bermurah rejeki, setidaknya bermurah senyum.
Ya. Cobalah ingat-ingat lagi. Berapa kali dalam sehari
kau membentak, menghardik, membenci, berprasangka,
mencibir, memaki orang lain?

Berapa kali?
Sebab mungkin sebanyak itu pulalah aku berlaku tidak
sepantasnya pada malaikat.

Senyumlah setiap hari pada siapapun yang kau jumpai.
Berpikirlah positif pada setiap orang yang kau temui.
Perlakukanlah orang lain dengan cara yang sama seperti
kau mengharapkan orang lain memperlakukanmu. Tuhan
selalu "bekerja" dengan cara yang misterius.
Maka, selalu lah peka dalam menyikapi semua ini.

Moh Farizi Agamsyah

Berapa Malaikat yang sudah Ku Temui Hari Ini?

Ya berapa malaikat yang sudah ku temui hari ini?
Atau hari kemarin?
Di dalam perjalananKu menuju tempat kerja?
Atau dalam perjalananku menuju ke rumah kembali?
Berapa?
Bahkan itu di rumahku sendiri.
Berapa malaikat yang ku temui?
Tidak ada?
Tidak mungkin! Siapa bilang?
coba saya ingat-ingat lagi...

Mungkin dia yang membuatku marah-marah karena
membuatku terbangun di tengah malam buta. Membuatku
terjaga dengan tangisan. Dan kau hanya berkata dengan
bersungut-sungut, "Anak siapa sih? Rese amat
malem-malem nangis. Berisik!"
Padahal mungkin ia membangunkanku untuk sesuatu hal
bermanfaat yang bisa ku lakukan di tengah malam itu.
Mungkin dia yang membuatku sewot,

ketika aku bertabrakan badan di jalan sehingga membuatku
terjatuh. Dan aku menjadi sedikit sakit dan malu. Dan
aku membentaknya dengan ucapan,
"Pake mata dong kalo jalan!"
Padahal mungkin ia mengajakku untuk berlatih bersabar
dan malahan justru jika ia tidak menabrakku aku akan
sedetik lebih cepat dan mungkin ceritanya akan
berbeda. Tertabrak mobil barangkali.
Mungkin dia yang membuatku berpikir buruk, sebab
setiap hari ia selalu menengadahkan tangan padamu
dengan pakaian compang-camping dan baju dekilnya.
Sehingga membuat ini terbersit di pikiranku, "Males
amat sih ini orang. Badan masih seger gitu loh?"
Padahal mungkin ia mengajakku untuk berpikir positif
dan lebih bermurah rejeki, setidaknya bermurah senyum.
Ya. Cobalah ingat-ingat lagi. Berapa kali dalam sehari
kau membentak, menghardik, membenci, berprasangka,
mencibir, memaki orang lain?

Berapa kali?
Sebab mungkin sebanyak itu pulalah aku berlaku tidak
sepantasnya pada malaikat.

Senyumlah setiap hari pada siapapun yang kau jumpai.
Berpikirlah positif pada setiap orang yang kau temui.
Perlakukanlah orang lain dengan cara yang sama seperti
kau mengharapkan orang lain memperlakukanmu. Tuhan
selalu "bekerja" dengan cara yang misterius.
Maka, selalu lah peka dalam menyikapi semua ini.

Template by:
Free Blog Templates